Kamis, 12 Mei 2011

Benua Indah Grup

PONTIANAK, KOMPAS.com — Minyak sawit mentah atau CPO milik PT Benua Indah Group, Ketapang, Kalimantan Barat, senilai Rp 42 miliar, yang disita Bank Mandiri, dijual oleh pemiliknya. Akibatnya, pembeli yang sudah membayar lunas tidak bisa mendapatkan CPO.

Kasus penipuan dan penggelapan itu menyeret Direktur Utama PT Duta Sinar Nabati (anak usaha PT Benua Indah Group/BIG) Budiono Tan dan General Manager Bambang Widjanarko ke persidangan di Pengadilan Negeri Pontianak yang pada Kamis (12/5/2011) mengagendakan penyampaian keterangan dari saksi. Jaksa penuntut umum Deddy mengatakan, berdasarkan bukti penyitaan dari Bank Mandiri itulah penjualan CPO pada 2009 itu bisa dikategorikan sebagai penipuan.

"Barang sitaan itu kan seharusnya tidak boleh dijual karena sudah bukan milik terdakwa lagi," kata Deddy. CPO dan aset PT BIG disita oleh Bank Mandiri karena terjadi kredit macet.

Kuasa hukum terdakwa, Dading Hasta, mengatakan, kasus itu tidak memiliki unsur pidana. "Itu kasus perdata karena jelas bahwa kontrak kedua belah pihak ditandatangani tanpa ada paksaan, kata Dading. Budiono Tan yang dimintai komentar soal persidangan mengatakan, "Biarlah kasus itu berjalan apa adanya."

Deddy mengatakan, korban penipuan, Direktur Utama PT Sinar Jaya Inti Mulya (SJIM) Sutomo dan Direktur Andi Fauzani, telah menyerahkan uang secara tunai sebesar Rp 42 miliar untuk membeli CPO. Namun, setelah uang dibayar secara tunai, sampai hari ini CPO tidak dikirimkan juga, kata Deddy.

Transaksi senilai Rp 42 miliar itu terjadi setelah PT SJIM mendapatkan penawaran pembelian CPO dari PT BIG. Sejak tahun 2001, kedua perusahaan telah menjalin kerja sama jual-beli CPO dan selalu berjalan lancar.

Uang petani

Saat kasus dugaan penipuan penjualan CPO mulai bergulir di persidangan, desakan kepada PT BIG untuk membayar lunas pembelian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit milik petani juga terus menguat. Para petani pekan lalu berdemo meminta Budiono Tan membayar lunas hasil panen petani selama empat bulan sejak Juni hingga September 2011.

Salah satu petani plasma Adrianus Asjal yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan Budiono dan Bambang mengatakan, TBS kelapa sawit yang belum dibayar itu mencapai sekitar Rp 132 miliar. Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih itu, Adrianus mengatakan, dalam kurun waktu Juni 2009 hingga September 2009, baru 33 persen dari hasil panen pada Juni yang dibayarkan.

"Jadi, untuk Juni 2009 masih ada 67 persen dari seluruh hasil panen petani yang belum dibayar. Lalu, untuk Juli hingga September 2009, seluruh hasil panen belum dibayar sama sekali," kata Adrianus.

Adrianus mengaku, para petani sudah sering kali meminta perusahaan untuk segera membayar piutang pembelian TBS kelapa sawit itu. "Namun, mereka bilang sedang ada masalah, jadi belum bisa dibayar," kata Adrianus.
Urif Dharma Saputra

1 komentar: